PENILAIAN SAHAM PERUSAHAAN ASURANSI MENURUT POJK
Sebagai industry keuangan yang diatur dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah, perusahaan asuransi harus membuat laporan triwulan SAP kepada pemerintah dan laporan tahunan serta laporan GAAP yang harus mengikuti ketentuan PSAK No. 1 (Revisi 2013). Laporan keuangan disusun berdasarkan biaya perolehan, kecuali untuk beberapa akun tertentu yang disajikan berdasarkan penilaian lain seperti dijelaskan dalam kebijakan akuntansi masing-masing akun yang bersangkutan. Laporan keuangan disusun berdasarkan konsep akrual, kecuali laporan arus kas. Laporan arus kas disusun menggunakan metode langsung dengan mengklasifikasikan arus kas atas dasar aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.
Selain itu maka perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan solvabilitas seperti diatur oleh POJK nomor 71 tahun 2016 dan penjelasannya serta perubahannya berupa POJK nomor 27 tahun 2018. Sedang semua akun di dalam neraca harus disajikan dengan nilai pasar, nilai sisa dan atau nilai wajar mengikuti ketentuan SE OJK nomor 22 dan 23 tahun 2018.
Dengan POJK yang memungkinkan perusahaan asuransi dan reasuransi menanamkan pendapatan preminya dalam berbagai jenis investasi yang beragam, membuat neraca perusahaan asuransi bisa memuat berbagai akun yang memerlukan perhatian khusus untuk memahaminya. Apalagi SE OJK menggunakan dasar penilaian yang berbeda baik untuk akun investasi maupun non investasi dan nilainya digunakan dalam perhitungan solvabilitas/kesehatan keuangan perusahaan asuransi maka perusahaan asuransi harus extra hati-hati dalam menyusun laporan keuangannya. Karena perhitungan solvabilitas itu krusial dan sensitive, dengan konsekuensi akan dikenakan sanksi bila perusahaan asuransi tidak memenuhi solvabilitas yang minimal harus 100% dari MMBR maka semua angka kekayaan dan kewajiban harus disajikan dengan nilai yang benar dan sesuai dengan ketentuan POJK 71/2016 dan SE nomor 22/2017.
Pasal 3 (1) mewajibkan Perusahaan asuransi dan reasuransi setiap saat wajib memenuhi Tingkat Solvabilitas paling rendah 100% (seratus persen) dari MMBR. Ayat (2) : Perusahaan setiap tahun wajib menetapkan target Tingkat Solvabilitas internal. Perusahaan setiap saat harus memenuhi Target Solvabilitas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). Modal Minimum Berbasis Risiko yang selanjutnya disingkat MMBR adalah jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan Liabilitas. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 POJK 71/2017. Investasi perusahaan asuransi harus dilakukan pada jenis investasi sesuai dengan ketentuaan pasal 5 ayat (2) POJK yang sama, dengan jumlahnya sesuai dengan pembatasannya masing-masing agar dapat diperhitungkan sebagai admitted assets/kekayaan yang diperkenankan.
Dalam menilai saham perusahaan asuransi maka penilai percaya bahwa perusahaan asuransi telah melaksanakan semua ketentuan laporan keuangan SAP dan GAAP dengan benar. Sebagai Lembaga keuangan yang menerima dan mengelola dana masyarakat maka perusahaan asuransi diatur dan diawasi secara ketat oleh OJK selalu regulator. Disamping perusahaan asuansi harus melapor kondisi keuangan dan operasionalnya setiap tahun, maka perusahaan asuransi juga harus melaporkan solvabilitasnya setiap triwulan dan bahkan harus melaporkannya setiap bulan.
Selain itu, maka berdasarkan ketenuan huruf n. SE OJK nomor 22/2017 yang menentukan bahwa penyertaan langsung pada perseroan terbatas yang sahamnya tidak tercatat di bursa efek dinilai berdasarkan nilai ekuitas. Inilah pedoman yang harus diikuti oleh praktisi penilai.
Dalam penilaian usaha ini penilai mengikuti laporan keuangan yang disiapkan oleh perusahaan. Penilaian saham perusahaan didasarkan kepada perhitungan seluruh nilai pasar dan atau wajar aktiva dikurangi dengan nilai pasar dan atau wajar semua hutang yang bukan komponen dari struktur modal. Semua akun di dalam neraca harus disajikan dengan nilai pasar dan atau nilai wajar atau nilai sisa mengikuti ketentuan SE OJK nomor 22 dan 23 tahun 2016. Standar Penilaian Indonesia yang merupakan standar profesi penilai mempunyai tingkatan hirarkhi PerUndang-Undangan yang jauh dibawah POJK dan SEOJK sehingga standar praktek penilaian tersebut tidak dapat digunakan dalam proses penilaian saham ini.
Inilah rambu rambu yang harus diikuti oleh praktisi penilai.
PENILAIAN GOODWILL
I. Pengertian Goodwill
Goodwill dapat diartikan sebagai selisih antara total nilai perusahaan yang sedang berjalan dengan nilai wajar atas asset bersih perusahaan baik yang berwujud maupun yang tak berwujud. Nilai asset bersih adalah sisa atau residu dari seluruh asset perusahaan setelah dikurangi dengan nilai kewajiban perusahaan (liabilities) atau sama dengan penanaman modal.
Goodwill terdiri atas 2 jenis, yaitu goodwill yang melekat pada properti (property-specific) serta dapat dialihkan kepada pemilik baru pada saat penjualan properti, atau biasa kita sebut dengan goodwill institusi/usaha. Yang kedua adalah personal goodwill yang melekat pada pemilik atau pengelola properti.
Yang termasuk unsur-unsur goodwill institusi/usaha adalah
Kualitas dan kemapuan (skill) karyawan
Reputasi bisnis
Busisness name recognition
Posisi yang kompetitif di antara kompetitor
Location of the business premises
Business referral base
Stability of earnings
Business marketability
Sedangkan yang termasuk unsur-unsur personal goodwill adalah
Reputasi pribadi karyawan/pemilik dengan publik, pelanggan, pegawai lain dan kreditur,
Keahlian pribadi, termasuk technical know how, ketrampilan, profesi, selebriti, dll.
Keahlian umum
II. Tujuan Penilaian Goddwill
Dalam melakukan penilaian goodwill suatu perusahaan biasanya untuk beberapa macam keperluan sepeti dibawah ini :
Business purchase price allocation
Goodwill financial reporting
Damage analysis
Business merger or spin-off
Business reorganization
Financial solvency verivication
III. Pendekatan Penilaian Goodwill
Sebelum membahas pendekatan yang digunakan dalam penilaian goodwill perlu diketahui pengertian nilai goodwill. Nilai goodwill adalah bagian dari suatu perusahaan yang sedang berjalan, yang melebihi penanaman modal (investasi) dan merupakan suatu unsur dari nilai perusahaan yang sedang berjalan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam penilaian goodwill, antara lain :
Pendekatan biaya
Pendekatan data pasar
Pendekatan pendapatan
Total business value residual method
Capitalized excess earnings method
1. Pendekatan Biaya
Dalam pendekatan ini penilai menghitung seluruh biaya/pengeluaran yang digunakan untuk memperoleh atau mengembangkan asset yang akan dinilai. Pendekatan biaya biasanya digunakan untuk menilai asset yang dikembangkan secara internal seperti software.
Pendekatan biaya kurang dapat menggambarkan indikasi nilai asset dimasa mendatang, tetapi sangat berguna untuk membandingkan (benchmarking) hasil penilaian dengan pendekatan lain seperti pendekatan perbandingan data pasar ataupun pendekatan pendapatan.
2. Pendekatan Data Pasar
Penilaian dilakukan berdasarkan perbandingan data transaksi asset sejenis yang ada di pasaran. Kelebihan pendekatan ini dapat mencerminkan nilai wajar asset yang sebenarnya. Namun kelemahan pendekatan ini dalam penilaian asset tak berwujud adalah jarang tersedia data transaksi asset tak berwujud sehingga pendekatan data pasar sulit untuk diterapkan dalam penilaian asset tak berwujud.
3. Pendekatan Pendapatan
Penilaian dilakukan berdasarkan pada manfaat ekonomi dimasa yang akan datang yang diperoleh dari kepimilikan asset yang dinilai. Pada saat penilaian perlu dihitung dan diprediksi pendapatan di masa yang akan datang yang terkait dengan asset yang dinilai. Pendekatan paling sering digunakan dalam penilaian asset tak berwujud. Pada umumnya digunakan untuk menilai merk, hak paten, royalty, goodwill, customer relationship, dsb.
Penilaian asset tak berwujud dengan menggunakan pendekatan pendapatan ada dua metode yang biasa digunakan :
a. Total business value residual method
Metode ini menghitung sisa atau residu dari nilai bisnis berjalan (going concern value) dengan nilai asset bersih suatu perusahaan. Hasil dari selisih antara nilai bisnis berjalan dengan nilai asset bersih tersebutlah yang disebut dengan nilai goodwill.
Nilai Goodwill = Nilai Bisnis Berjalan – Nilai Aset bersih
Contoh :
Misal PT A mempunyai neraca sebagai berikut :
Nilai Buku |
Nilai Pasar |
|
Aktiva tetap |
||
Tanah dan Bangunan |
150.000 |
200.000 |
Peralatan |
50.000 |
30.000 |
Kendaraan |
30.000 |
20.000 |
Aktiva lancar |
||
Persediaan |
20.000 |
15.000 |
Kas |
2.000 |
2.000 |
Piutang |
5.000 |
4.000 |
Total aktiva |
257.000 |
271.000 |
Kewajiban |
||
Hutang dagang |
20.000 |
20.000 |
Hutang jangka panjang |
60.000 |
71.000 |
Modal Pemilik |
177.000 |
180.000 |
Kewajiban+Modal |
257.000 |
271.000 |
Diketahui juga :
Net profit = 100.000
Owner’s wages = 40.000
True net profit = 60.000
Return on investment 15%
Nilai bisnis = 60.000 : 15%
= 400.000
Maka nilai goodwillnya :
Nilai goodwill = Nilai bisnis – nilai asset bersih
= 400.000 – 177.000
= 223.000
b. Capitalized excess earnings method
Excess earnings adalah perbedaan antara apa yang dihasilkan oleh perusahaan dengan apa yang dihasilkan industri normal, perbedaan ini menunjukkan adanya nilai yang tidak dapat diidentifikasikan (aktiva tak berwujud). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian dengan metode ini :
· Penentuan tingkat pengembalian normal
· Penentuan laba masa yang akan datang
· Penentuan tingkat diskonto untuk mengkapitalisasikan kelebihan laba
· Penentuan periode pendiskontoan untuk kelebihan laba
Metode ini terdiri atas dua komponen kegiatan :
1. Identifikasi, pemisahan, dan penghitungan cashflow/earnings yang terkait dengan asset yang dinilai,
2. Kapitalisasi atas cashflow/earnings
Langkah-langkah penghitungan nilai goodwill dengan metode ini :
1. Tentukan rate of return atau tingkat keuntungan rata-rata atas suatu investasi berdasarkan perbandingan dengan usahha sejenis
2. Tentukan besarnya rata-rata keuntungan bersih yang realistis dari laporan keuangan selama beberapa tahun terakhir. Lakukan penyesuaian laba usaha dengan menambahkan kembali biaya-biaya yang tidak riil seperti biaya depresiasi dan atau mengurangkan biaya riil yang tidak tercatat seperti gaji manajer.
3. Kurangi laba yang telah disesuaikan dengan laba normal
4. Asumsikan besarnya tingkat kapitalisasi (cape rate)
5. Bagi kelbihan laba tersebut dengan cape rate untuk menetukan besarnya goodwill
Contoh :
Diketahui : Perusahaan A mempunyai investasi 50M, ROR = 10%
Depresiasi 5%, rata-rata laba bersih = 7,5 M
Cape rate = 20%
Hitung nilai goodwillnya!
Jawab :
· Tingkat keuntungan = 50 M : 10%
= 5 M
· Laba yang telah di sesuaikan = 7,5 M + (5% x 50 M)
= 7,5 M + 2,5 M
= 10 M
· Selisih kelebihan laba = 10 M – 5 M
= 5 M
· Nilai goodwill = Selisih Kelebihan Laba/cape rate
= 5 M / 20 %
= 25 M
· Nilai keseluruhan usaha = 50 M + 25 M
= 75 M
Intangible assets have been argued to be one possible contributor to the disparity between company value as per their accounting records, and company value as per their market capitalization.[1] Considering this argument, it is important to understand what an intangible asset truly is in the eyes of an accountant.
There are three methods of valuation of goodwill of the firm; Average Profits Method, Super Profits Method and Capitalisation Method.
Metode yang digunakan menilai dalam beberapa hal sama dengan menilai aset berwujud. Perbedaan penting dalam beberapa kasus adalah tidak tersedia data-data yang penting seperti data transaksi pembanding, atau data financial histories. Seringkali data transaksi pembanding atau informasi benchmark yang dibutuhkan untuk dasar untuk menghasilkan kesimpulan penilaian tidak tersedia.
More Articles ... |
---|
Fairness Oppinion |
FO Kapan Dibutuhkan |
Penilaian Perusahaan Jasa Keuangan |