FAIRNESS OPINION, KAPAN DIBUTUHKAN ?

Pendahuluan

Secara umum fairness opinion diartikan sebagai a professional evaluation by an investment bank or other third party as to whether the terms of a merger, acquisition, buyback, spin-off, or going private are fair. Namun ada juga yang merumuskan sebagai the professional opinion of an investment bank, provided for a fee, regarding the fairness of a price offered in a merger or takeover. Sedang Free Dictionary merumuskan fairness opinion sebagai “An independent opinion characterizing the fair value of a firm's stock”.

Sedang Hempstead & Co. Inc mengartikan “A fairness opinion is a statement by an independent qualified financial expert which sets forth the expert’s opinion as to the “fairness” of the terms of a particular specified financial transaction from the standpoint of a certain designated party or parties”.

Selanjutnya Steven M. Davidoff (Davidoff, 2006) mengartikan Fairness opinion adalah suatu opini yang diberikan oleh penasehat/konsultan independen biasanya kalau di Negara AS diberikan oleh investment bank, yang menyatakan bahwa sebuah transaksi memenuhi syarat keadilan dari perspektif keuangan. Jadi kesamaan dari semua definisi adalah estimasi tentang fairness suatu transaksi.

Kapan fairness opinion diperlukan?

Pertanyaan tentang apakah atau kapan suatu fairness opinion itu diperlukan biasanya ditentukan oleh pertimbangan hukum. Fairness opinions sering digunakan dalam corporate transactions yang bersifat “a less-than-arms-length relationship between the parties negotiating the transaction”. Misal, bila sebuah perusahaan public melakukan a “going private” transaction dimana perusahaan officer atau direktur perusahaan ditawari untuk menjadi shareholders dari perusahaan yang baru, maka fairness opinion biasanya akan dibutuhkan guna meyakinkan bahwa aspek keuangan dari transaksi itu fair bagi pemegang saham public dari perusaahaan lama yang dijual. Situasi lain yang memungkinkan fairness opinion diperlukan adalah dalam sebuah kasus merger antara 2 perusahaan yang mempunyai significant overlapping shareholder groups or inter-company shareholdings”.

Bahkan dalam kasus dimana tidak ada conflict kepentingan, fairness opinions sering digunakan guna meyakinkan adanya fairness. Misal, direktur perusahaan akan mendapatkan fairness opinion dalam kaitannya dengan corporate merger atau jual beli atau transaksi pembiayaan bila mereka percaya bahwa mereka merasa adanya kekurangan keahlian yang diperlukan bagi mereka sendiri, tentang informasi opini dari transaksi yang diusulkan. Mempertahankan independent penilai financial advisor akan memberikan kepada mereka keahlian yang dibutuhkan agar bisa melakukan tugas mereka secara memadai sebagai direktur.

Biasanya, opini semacam ini diberikan kepada dewan direksi perusahaan atau suatu komite berkenaan dengan suatu transaksi pengendali seperti jual-beli, leveraged buy-out, leveraged recapitalization, going-private transaction, dan sebagainya, Dewan direksi akan menggunakan opini itu dalam menjalankan pengelolaan usahanya guna mengambil keputusan apakah akan terus lanjut atau tidak. Ada paradigma lain dimana fairness opinion digunakan, namun demikian, pada penggunaan opinion semacam ini oleh “acquires” dalam suatu corporate control transaction semakin diperlukan. Untuk itu perlu diupayakan kesamaan pemahaman terlebih dahulu tentang berbagai pengertian yang terkait dengan transaksi pengendali tersebut.

Transaksi pengendali yang pertama adalah leveraged buy-out yang diartikan sebagai akuisisi untuk mendapatkan dana tunai atas outstanding stock dari saham perusahaan public yang ditransaksikan. Prinsip pertimbangan tunai diperoleh melalui pembiayaan utang yang aman yang dijamin oleh asset perusahaan (lihat Tom Ablum & Mary Beth Burgis, Leveraged Buy-outs: The Ever Changing Landscape, DEPAUL BUS. L.J. 109, 109-14 (2000/2001) (yang membahas tentang sejarah dan parameters dari leveraged buy-outs di the United States); Bill Shaw & Edward J. Gac, Fairness Opinions in Leveraged Buy-outs: Should Investment Bankers Be Directly Liable to Shareholders?,23 SEC. REG. L.J. 293 (1995) (membahas penggunaan fairness opinions dalam leveraged buyouts).

Kemudian yang dimaksud dengan leveraged recapitalization adalah serupa dengan leveraged buy-out kecuali bahwa, dalam tambahan atas pertimbangan chas bagi saham mereka, pemegang saham public menerima ekuitas dalam post-transaction, leveraged corporation. (Lihat Franci J. Blassberg & Peter J. Shabecoff, Structuring Issues for Financial Sponsors in Leveraged Recapitalization Transactions, dalam 2 ACQUIRING OR SELLING THE PRIVATELY HELD COMPANY 2004, at 371 (PLI Corp. Law & Practice, Course Handbook Series No. B-1432, 2004) (yang membahas struktur dari sebuah leveraged recapitalization). Pemegang saham public akan tetap mempertahankan kepentingan mereka yang mengecil pada ekuitas perusahaan.

Selanjutnya going-private transaction dapat didefinisikan sebagai transaksi dimana suatu afiliasi dari sebuah perusahaan publik seperti seorang anggota dewan direksi atau pemegang saham pengendali, mendaptkan ekuitas perusahaan yang tersisa. Akibatnya perusahaan berubah menjadi tertutup dan ekuitasnya tidak lagi diperdagangkan, (Juga lihat 17 C.F.R. § 240.13e-3 (2001) (memuat tentang definisi the federal securities law dari sebuah perusahaan yang melakukan going-private transaction). Juga lihat Bradley R. Aronstam et al., RevisitingDelaware’s Going-Private Dilemma Post—Pure Resources, 59 BUS. LAW. 1459 (2004) (yang membahas kasus di pengadilan Delaware belum lama ini, kasus hukum tentang going-private transactions); dan

Michael J. McGuinness & Timo Rehbock, Going-Private Transactions: A Practitioner’s

Guide, 30 DEL. J. CORP. L. 437 (2005) (menjelaskan legislasi hukum dari going-private

transactions).

Disamping itu ada yang disebut Corporate control transactions yang juga dapat didefinisikan sebagai “those fulfilling the Securities and Exchange Commission (“SEC”) definisi dari takeover yang ditentukan oleh Rule 145, 17 C.F.R. § 230.145 (2006), diberlakukan dengan Securities Act of 1933, sebagiamana diubah the “Securities Act”. 15 U.S.C.S. §§ 77a-77aa (2006).

Rule 145 menetapkan federal securities law tentang definisi dari takeover transaction dengan tujuan penawaran (offer), offer to sell, offer for sale, or sale under the Securities Act when “there is submitted to security holders a plan or agreement pursuant to which such holders are required to elect, on the basis of what is in substance a new investment decision, whether to accept a new or different security in exchange for their existing security.” 17 C.F.R. § 230.145, preliminary note (2006). Jadi definisi ini demikian luas untuk corporate control transaction karena mencakup juga transaksi merger yang tidak menyebabkan suatu perubahan pada pengendali dari salah satu fihak. Namun definisi ini juga terlihat sempit karena tidak mencakup transaksi yang tidak melibatkan pertimbangan sekuritas. Transaksi corporate control sesuai yang dimaksud oleh pasal ini hanya mencakup transaksi, atau rangkaian transaksi terkait yang menyebabkan suatu pengalihan pengendali atau semuanya, atau secara substantive semuanya dari asset itu.

Dalam pada itu, fairness opinions juga digunakan dalam transaksi perusahaan untuk membantu dewan direksi dalam menentukan harga ketika ditengarai adanya conflicts of interest, yang manamemerlukan semacam tambahan bantuan atau ketika suatu kebutuhan umum atas informasi atas nilai itu diinginkan. Misal, fairness opinions itu secara rrutin dilakukan di dalam kaitannya dengan split-offs dan spin-offs. (lihat perkara antara Rosser melawan New Valley Corp., 2005 WL 1364624, at *3 (Del. Ch.2005) (fairness opinion dibutuhkan dalam kaitannya dengan recapitalisasi). Juga dalam kasus General Motors, Definitive Proxy Statement (Form 14A), at E-2 (Aug. 21, 2003) (4 fairness opinions dibutuhkan dalam kaitannya dengan split-off of Hughes Electronics oleh General Motors);(juga lihat Thomas Patrick Dore, Jr. & Peter Pattison, Fairness Opinions pada Corporate Real Estate Transactions, N.Y.L.J., Nov. 27, 2002, at 4 (pentingnya penggunaan fairness opinions dalam transaksi real estate). Namun demikian, penggunaan utama fairness opinions belakangan ini adalah berkaitan dengan corporate control transaction. (lihat Charles M.Elson et al., Fairness Opinions—Can They Be Made Useful?, 35 SEC. REG. & L. REP. (BNA) 1984 (Nov. 24, 2003) (yang memberikan ilustrasi tentang corporate transactions di dalam mana fairness opinions lazimnya digunakan)

Suatu fairness opinion juga sering dibutuhkan oleh majoritas owner dari sebuah perusahaan yang berupaya membeli habis interests of minority shareholders. Misal, Royal Dutch Petroleum, pemilik dari 70% Shell Oil, membutuhkan fairness opinion dari Morgan Stanley di dalam upayanya untuk menetapkan harga saham yang ingin dibeli dari pemegang saham Shell's minoritas.

Siapa yang menyediakan jasa fairness opinion?

Konsultan yang menyediakan fairness opinion seyogyanya adalah fihak yang independent untuk semua fihak dan atas transaksi yang akan/telah dilakukan dan yang mempunyai pendidikan, pengalaman dan juga expertise yang dibutuhkan untuk menganalisis informasi dan persyaratan financial dari transaksi yang diusulkan dengan menggunakan methode yang lazimnya digunakan dalam komunitas financial. Kapasitasnya harus benar-benar teruji, yang mampu menyediakan fairness opinions dalam kaitannya dengan begitu luas macamnya corporate transactions yang melibatkan baik public maupun private companies.

Jakarta, 21 April 2012 (Agus Prawoto, Licensed Valuer)